Hal tersebut disampaikan Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) dalam keterangan pers di Jakarta, akhir pekan lalu.
“Sesuai data posisi Kuartal III tahun 2020, terdapat pertumbuhan sebesar 1,79% untuk perolehan kontribusi.Tercatat perolehan kontribusi sebesar Rp.11,96 triliun, atau naik Rp.210 miliar dibanding tahun sebelumnya. Namun demikian, terdapat beberapa koreksi dan kontraksi utamanya dari aspek aset yang mengalami penurunan 7,24%. Di sisi lain, seiring kondisi prihatin yang sedang kita jalani bersama, terdapat pula kenaikan klaim sebesar 21,19%. Kondisi ini tetap terkendali dan belum memberikan dampak signifikan bagi kewajiban terhadap para pemegang polis atau peserta,” demikian kata Direktur Eksekutif AASI – Erwin Noekman.
Menurut Erwin Noekman, AASI memperkirakan hingga tutup buku tahun ini, asuransi syariah masih bisa tetap tumbuh dari aspek perolehan kontribusi. Diperkirakan total perolehan kontribusi tahun 2020 ini bisa mencapai Rp.17 triliun,atau naik 2% dibanding periode sebelumnya.
“Untuk tahun 2021, walaupun iklim usaha diperkirakan belum akan kembali ke kondisinormal seperti sedia kala, namun asuransi syariah diharapkan tetap tumbuh seiring semakin meningkatnya kesadaran dan pemahaman akan asuransi syariah, termasuk instrumen investasinya yang relatif lebih aman terhadap guncanga,” lanjut Erwin.
- Peningkatan Inklusi Keuangan Syariah Via Forum Edukasi dan Temu Bisnis Akses Keuangan Syariah di Yogyakarta
- ISEF 10th dan Halal Expo Indonesia 2023 Digelar Oktober 2023
- Kunjungan KNEKS ke Atsiri Research Center (ARC) Aceh
- Bank Muamalat Bersinergi dengan Mega Insurance Upayakan Proteksi Asuransi Syariah
Erwin menambahkan, beberapa potensi usaha baru di asuransi syariah juga diperkirakan akan semakin meningkat seiring keterlibatan dan keberpihakan pemerintah terhadap pengembangan ekonomi dan keuangan dan syariah.
“Pertumbuhan sebanyak dua digit pun diperkirakan bisa digapai. Pencapaian di atas pun kami perkirakan turut didukung oleh meningkatnya agresivitas perusahaan asuransi yang memutuskan untuk mendirikan perusahaan asuransi syariah baru, hasil pemisahan unit syariah (spin-off),” kata Erwin lagi.
Dalam kaitannya dengan Undang-Undang No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, lanjut Erwin, pihaknya meihat bahwa hal ini sejalan dengan amanat UU No.40 tahun 2024, yang akan memberikan kesempatan kerja baru bagi talenta di industri asuransi syariah.
“Tanpa kewajiban ini, bukan tidak mungkin kesempatan kerja masyarakat di industri asuransi syariah akan stagnan dan job market juga akan mengalami kejenuhan. Kewajiban pemisahan unit syariah bisa mendorong perusahaan asuransi syariah untuk lebih mandiri, baik untuk pengembangan strategi pemasaran, kanal distribusi maupun pengembangan produk,” demikian pungkas Direktur Eksekutif AASI – Erwin Noekman.