Indonesia-Malaysia Sinergi Bentuk Kurikulum Ekonomi Islam

Sumber daya manusia (SDM) menjadi unsur penting pengembangan industri keuangan syariah global.

malaysia-indonesia-benderaSeiring tumbuhnya industri keuangan syariah yang semakin pesat membuat kebutuhan SDM menjadi kian mendesak. Universitas pun didorong untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Demi menciptakan SDM berkualitas, sejumlah akademisi di Indonesia dan Malaysia bersinergi membentuk South East Asia Association for Research and Education Institution in Islamic Economic and Finance.

Akademisi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Masyhudi Muqorobin menjadi salah satu inisiator asosiasi tersebut. Bersama dengan Irfan Syauqi Beik (Institut Pertanian Bogor), Praditya Sukmana (Universitas Airlangga), Mohamed Aslam (International Islamic University Malaysia), dan Abdul Ghafar Ismail (Universitas Kebangsaan Malaysia).

Masyhudi menuturkan bersama dengan koleganya, pihaknya berupaya memotori standar umum kurikulum internasional ekonomi Islam. Ada beberapa mata kuliah yang setidaknya wajib untuk berada dalam kurikulum ekonomi syariah, seperti mata kuliah ekonomi, analisis matematika dan aspek keislaman. Baca: Program Studi Akuntansi Syariah, Tertarik?

“Mahasiswa ekonomi Islam harus menguasai beberapa mata kuliah terkait tiga aspek, yaitu keislaman seperti syariah dan ushul fikih 9 sks, mata kuliah ekonomi seperti pengantar ekonomi mikro dan makro 15 sks, dan mata kuliah analisis matematika, ekonometri dan statistik 9 sks,” kata Masyhudi kepada MySharing, Jumat (22/1).

Ia menambahkan pihaknya pun telah menyelenggarakan workshop kurikulum tersebut di Kuala Lumpur, UMY, Unair dan Universitas Indonesia yang diikuti oleh ratusan peserta dari berbagai perguruan tinggi. Namun, belum ada kesepakatan bersama untuk menerapkan kurikulum tersebut.

“Kurikulum itu memang tidak mengikat ke ke universitas dan belum ada komitmen bersama karena keputusan ada pada masing-masing perguruan tinggi dan tergantung pada kesiapan SDM di sana. Namun, kalau bisa diterima, mungkin itu bisa terealisasi menjadi standar kurikulum,” ujarnya, sembari menambahkan standar kurikulum tersebut pun tetap sesuai dan tak terlepas dari nomenklatur Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional.