Fatwa lindung nilai (hedging) syariah dapat mengurangi risiko atas pergerakan mata uang asing.
Pada sosialisasi fatwa terbarunya, DSN MUI juga memperkenalkan Fatwa Nomor 97 tahun 2015 tentang transaksi lindung nilai (hedging) syariah atas nilai tukar (al-tahawwuth al-Islami).
Wakil Ketua Badan Pelaksana Harian (BPH) DSN MUI, Jaih Mubarak, mengatakan, fatwa hedging syariah ini diterbitkan dengan tujuan untuk mengurangi risiko atas pergerakan mata uang asing.
“Fatwa ini subtansinya adalah bagaimana kebutuhan mata uang asing bisa dipenuhi secara syariah karena kenyataanya adalah dana haji saja pertahunnya harus di-hedging sekitar Rp 7 triliun. Jadi sangat signifikan dengan fatwa hedging syariah ini,” kata Jaih, dalam silaturahmi dan sosialisasi Fatwa Terbaru DSN MU di ruang serba guna Bank Syariah Mandiri (BSM), Jakarta, pekan lalu.
Jaih menyampaikan, dalam aturannya disebutkan bahwa kedua belah pihak harus memuat kesepakatan dalam forward agreement yang isinya transaksi mata uang asing secara spot dalam jumlah tertentu di masa yang akan datang dengan nilai tukar atau perhitungan nilai tukar yang disepakati pada saat itu.
“Forward agreement dengan transaksi mata uang asing secara spot ini hukumnya adalah boleh karena dianggap tunai dan dapat mempermudah stabilitas nilai tukar,” kata Jaih.
Menurut Jaih, ada tiga jenis transkasi lindung nilai yang diatur. Pertama, yakni transaksi sederhana dengan skema forward agreement yang diikuti dengan transaksi spot pada saat jatuh tempo serta penyelesainnya berupa serah terima mata uang.
Kedua, transkasi kompleks dengan skema berupa transaksi spot dan forward agreement yang diikuti dengan transaksi spot pada saat jatuh tempo. Adapun ketiga adalah transaksi, melalui bursa komoditi syariah dengan skema berupa rangkaian transaksi jual beli komoditi dalam mata uang rupiah yang diikuti dengan jual beli komoditi dalam mata uang asing serta penyelesaian berupa serah terima mata uang pada saat jatuh tempo.
Transaksi mata uang asing secara spot boleh secara syariah Click To TweetBatasan yang harus dipenuhi dalam transaksi lindung nilai syariah adalah tidak diperbolehkan bersifat spekulatif atau untung-untungan. Dan hanya boleh dilakukan apabila terdapat kebutuhan nyata untuk mengurangi risiko akibat pergerakan mata uang.
Adapun risiko tersebut meliputi posisi aset dan liabilitas dalam mata uang tidak seimbang dan tagihan dalam mata uang asing yang timbul dari kegiatan yang sesuai prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan. Yakni berupa perdagangan barang dan jasa di dalam maupun luar negeri dan investasi langsung, pinjaman, modal, dan investasi lain di luar negeri.