Deposito Jadi Instrumen Investasi Favorit Asuransi Syariah

Melalui produk unitlink asuransi syariah, nasabah tak hanya memperoleh proteksi namun bisa juga sekalian investasi. Pihak asuransi syariah sendiri sebagian besar menempatkan dana investasinya di instrumen deposito.

industriasuransisyariahKepala Bidang Riset dan Statistik Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Taufik Marjuniadi, mengatakan sampai dengan Juni 2015, penempatan dana investasi yang dikelola perasuransian syariah mengalami kenaikan sebesar 27,59 persen. Total dana investasi tersebut mencapai Rp 21 triliun.

“Dari penempatan investasi yang kurang lebih Rp 20 triliun itu, sekitar 40 persennya di deposito syariah dan penempatan investasi terbesar kedua ada di saham syariah dan reksa dana syariah,” papar Taufik, beberapa waktu lalu. Baca: Asuransi Jiwa Syariah Sangat Prospektif di Indonesia

Ketua Umum AASI Adi Permana, menuturkan saat ini penempatan investasi lebih cenderung ke instrumen pendapatan tetap, seperti deposito, sukuk atau surat berharga syariah negara (SBSN). Meski ia tak menampik ada pula yang tetap agresif dan masuk ke pasar saham.

“Kayaknya orang cenderung ke pendapatan tetap seperti deposito, sukuk, SBSN. Cuma itu tadi sekarang kondisinya masih naik turun, mungkin kalau yang lebih agresif tetap ada yang berani masuk pasar saham sedikit,” jelas Adi. Baca: Pilih Instrumen Investasi Syariah Sesuai Kadar Toleransi Risiko

Sementara, Executive Vice President & Chief Partnership Business Officer Manulife Indonesia Hans de Waal, mengatakan klien biasanya memilih produk asuransi karena telah memiliki rencana jangka panjang untuk masa depan, baik untuk pendidikan anak atau sebagai persiapan masa pensiun. Pihaknya pun menilai outlook asuransi Indonesia untuk jangka panjang masih sangat positif.

“Banyak produk yang dijual untuk jangka panjang jadi biasanya nasabah tidak terlalu reaktif terhadap kondisi di pasar uang karena mereka beli untuk jangka panjang, bukan untuk spekulasi. Dibanding produk keuangan lainnya, di sisi asuransi kami tidak terlalu lihat reaksi pasar di jangka pendek,” ujar Hans.