BI Terapkan Sistem Bagi Hasil Per Sektor

Bank Indonesia (BI) telah menerapkan sistem bagi hasil per sektor untuk pembiayaan  perbankan syariah.

bank_syariahAsisten Direktur Pengembangan Pasar Modal Syariah BI, Rifki Ismail, mengatakan, BI telah memiliki sistem bagi hasil per sektor untuk pembiayaan dari perbankan syariah.

Menurutnya, dengan sistem ini, imbalan riil per sektor menjadi bisa diketahui dan risetnya sendiri dilakukan multiyear. “Template dan software sudah ada, tapi karena penelitiannya wafat dan Departemen Perbankan Syariah pindah dari BI ke OJK, ada penyesuaian kebijakan ini tertahan,” kata Rifki.

Hingga kini, lanjut dia, belum ada bank syariah yang mencoba sistem ini. Karena template harusnya disosialisasikan ke bank syariah dahulu dan pendekatannya dibawah OJK.

“Kalau ini jadi diterapkan, Indonesia bias jadi Negara di dunia yang punya acuan imbal hasilnya dari sektor rii, per sektor, dan per kota/kabupaten. Indonesia bisa  jadi contoh global,” paparnya.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK, Mulya E Siregar menuturkan, penelitian per sektor itu sudah dilakukan. Namun demikian, kata dia, masih ada yang belum selesai.” Penelitian sudah ada, tapi belum selesai dan kalau tidak salah akan dibuat turunan per wilayah,” kata Mulya.

Menurutnya, meski bisa dicoba per sektor terlebih dulu sebelum perwilayah, tapi diragukan ada bank syariah yang mau mencobanya pertama kali. “Kerangkanya sudah ada. Model ini, salah satu yang bisa mendorong pembiayaan mudharabah,” ujarnya.

Lebih lanjut dia menyampaikan, pembiayaan perbankan syariah saat ini lebih banyak ke sektor perdagangan dan industri pengolahan dengan pangsa pasar 19,51 persen dan 18,34 persen.

Sementara, sektor yang mempunyai efek lanjutan besar dengan daya serap tenaga kerja yang tinggi, seperti pertanian dan infrastruktur belum banyak tersentuh perbankan syariah.

Menurutnya, dari data perbankan syariah OJK per Juni 2015, pembiayaan terbesar disalurkan ke sektor jasa usaha  sebesar Rp 70,270 triuliun, serta perdagangan, restoran dan hotel sebesar Rp 20,810 triliun. Adapun pembiayaan sektor pertanian sebesar Rp 7,228 triliun, pertambangan Rp 5,177 triliun, serta air, gas dan listrik senilai Rp 5,828 triliun.