Melalui relaksasi ini, BI berharap dapat meningkatkan permintaan domestik.
Bank Indonesia (BI) kembali menyempurnakan ketentuan mengenai Rasio Loan to Value (LTV) untuk Kredit Properti serta Rasio Financing to Value (FTV) untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Hal tersebut dilakukan untuk mendorong berjalannya fungsi intermediasi perbankan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan perlindungan konsumen.
Penyempurnaan ketentuan dilakukan melalui penerbitan ketentuan baru, yaitu PBI No. 18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor (PBI LTV/FTV). Dikutip dari siaran pers BI, Kamis (1/9), peraturan ini berlaku sejak 29 Agustus 2016.
Dalam penyempurnaan regulasi kali ini, terdapat empat penyempurnaan pokok ketentuan, yaitu:
1. Pembiayaan properti (berakad murabahah dan istishna) untuk rumah pertama ditetapkan maksimal 85 persen, rumah kedua maksimal 80 persen dan rumah ketiga maksimal 75 persen. Pada aturan sebelumnya batas maksimal masing-masing 80 persen, 70 persen dan 60 persen. Itu berarti untuk rumah pertama, uang muka cukup 15 persen dari harga rumah.
Selain itu, BI juga memberikan relaksasi bagi pembiayaan properti yang menggunakan akad ijarah muntahiya bittamlik dan musyarakah mutanaqisah. Uang muka untuk pembiayaan ini lebih rendah lagi, yaitu mulai dari 10 persen. BI menetapkan batas maksimal penyaluran kredit dengan akad tersebut untuk rumah pertama sebesar 90 persen, rumah kedua 85 persen dan rumah ketiga 80 persen. Sebelumnya penyaluran ditetapkan maksimal masing-masing 85 persen, 75 persen dan 65 persen.
2. Penyesuaian persyaratan Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF) secara total untuk penggunaan rasio FTV untuk pembiayaan properti dari gross menjadi net, dengan rincian sebagai berikut:
- rasio pembiayaan bermasalah dari total pembiayaan secara bersih (net) kurang dari lima persen; dan
- rasio NPF dari total pembiayaan properti secara bruto (gross) kurang dari lima persen.
3. Kredit tambahan (top up) oleh Bank Umum dan pembiayaan baru oleh Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah yang merupakan tambahan dari pembiayaan sebelumnya menggunakan rasio FTV yang sama sepanjang pembiayaan properti tersebut memiliki kualitas lancar. Hal yang sama juga berlaku untuk pembiayaan properti yang diambil alih (take over) dengan kredit tambahan (top up) atau disertai dengan pembiayaan baru.
4. Pembiayaan untuk pemilikan Properti yang belum tersedia secara utuh diperbolehkan sampai dengan urutan fasilitas kedua dengan pencairan bertahap.