Banyak faktor yang menjadi sentimen positif yang bisa menunjang target pertumbuhan asuransi syariah.
Meskipun berbagai kendala masih menyelimuti, Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) tetap optimistis, industri asuransi syariah akan tetap tumbuh. Untuk tahun 2017 ini saja, asosiasi ini menargetkan ada pertumbuhan 20 persen untuk industri asuransi syariah.
Salah satu upaya untuk menggenjot pertumbuhan tersebut adalah dengan memberikan literasi dan edukasi kepada masyarakat. Pemberian literasi maupun edukasi bertujuan untuk membangun kesadaran masyarakat mengenai asuransi syariah.
Wakil Ketua Umum Bidang Riset dan Teknologi AASI, Tatang Nur Hidayat mengatakan, untuk membangun kesadaran masyarakat, program kerja unggulan ditetapkan yakni dengan pemenuan data statistik industri asuransi syariah secara lebih akurat dan terinci untuk masing-masig jenis perusahaan, baik asuransi jiwa, asuransi umum, maupun reasuransi.
“Bukan berarti sekarang tidak ada data. Sekarang sudah ada, hanya saja belum terlalu detail dan belum terperinci. Itu semua akan diperbaiki sehingga jika ada suatu masalah atau peluang, bisa langsung ditangkap dan diselesaikan dengan tepat,” ungkap Tatang di Jakarta belum lama ini.
Menurutnya, banyak faktor yang dapat menjadi sentimen positif bagi perkembangan asuransi syariah. Sentimen-sentimen tersebut bisa menunjang target AASI untuk pertumbuhan 20 persen di tahun 2017 ini. Salah satu sentimen positif yang paling kuat dirasa adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang oleh Bank Indonesia diproyeksikan 5,1—5,5 persen pada tahun ini. Persentase tersebut lebih besar dibandingkan di tahun 2016 yang berada di angka 5,02 persen.
Selain itu, lanjut dia, beberapa lembaga yang telah melakukan spin-off pun dipandang sebagai sinyalemen positif bagi perkembangan asuransi syariah khususnya tahun ini.“Perubahan institusi-institusi baru menjadi institusi syariah menjadi potensi tersendiri. AASI juga menaruh perhatian pada kebocoran kontribusi ke asuransi konvensional,” ujar Tatang.
Tidak hanya itu, Tatang pun memandang langkah industri untuk meraih target 20 persen di tahun ini pun dapat ditopang dengan adanya produk-produk perasuransian baru di 2017. Contoh paling nyatanya adalah wakaf asuransi yang muncul seiring telah diterbitkannya Fatwa MUI Nomor 106 Tahun 2016 tentang Wakaf Manfaat Asuransi dan Manfaat Investasi pada Asuransi Jiwa Syariah.
Dia juga memaparkan, kontribusi terbesar dalam asuransi umum syariah tidak jauh berbeda dengan asuransi konvensional. Asuransi kendaraan, properti, dan kesehatan menjadi tiga kontributor terbesar. Asuransi kesehatan sendiri, termasuk baru geliatnya dalam asuransi syariah. Sementara itu, asuransi terkait proyek infrastruktur masih didominasi oleh asuransi konvensional.
Hal ini tegas Tatang, disebabkan kapasitas asuransi syariah yang belum memadai. Selain itu, masih ada bidang-bidang yang belum tersentuh, seperti aviasi dan satelit.
Disampaikan dia, masuknya para anggota AASI ke dalam pasar digital (e-commerce) maupun financial technology yang kini kian menjamur pun menjadi pendorong lain untuk meningkatkan pertumbuhan. Terakhir yang diharapkan adalah kondisi lembaga keuangan syariah lainnya yang kian membaik.
Sebagai informasi, perbankan syariah pada tahun ini tampak tumbuh positif. Return On Asset (ROA) industri ini tumbuh 1,1 persen pada Juni 2017. Ini jauh lebih baik secara year on year dibandingkan pertumbuhan industri perbankan syariah per Juni 2016 yang berada di angka 0,73 persen.
Berdasarkan data OJK, laba perbankan syariah pada Juni 2016 mencapai Rp1,55 triliun. Angkanya secara tahunan pada Juni 2017 pun meningkat, mencapai nominal Rp2,85 triliun. Aset industri perbankan syariah pun bertumbuh positif. Pada Juni 2016 asetnya berada di angka Rp212,17 triliun lalu pada Juni 2017 asetnya mencapai Rp259,59 triliun.