Di saat bisnis industri perbankan syariah rata-rata mengalami penurunan di tahun ini, BPRS Bandar Lampung tetap mencatat pertumbuhan positif.
Direktur Utama BPRS Bandar Lampung Ridwansyah, mengatakan meski di tengah kondisi perekonomian yang belum begitu membaik, bisnis BPRS milik pemerintah daerah kota Bandar Lampung ini tidak ikut menurun. “Imbas dari ekonomi global tidak ada. Justru sampai per September 2015 aset tumbuh 47 persen dari Rp 40 miliar menjadi Rp 59 miliar,” kata Ridwansyah saat dihubungi mysharing, Kamis (8/10).
Pertumbuhan aset tersebut terdongkrak dari sisi pembiayaan yang juga naik di kisaran 40 persen. Per September 2015 pembiayaan BPRS Bandar Lampung naik 43 persen, dari Rp 32 miliar menjadi RP 47 miliar. “Banyak penyaluran pembiayaan kami untuk para pegawai baik swasta maupun pegawai negeri sipil,” ujar Ridwansyah. Baca: Tips Memilih Bank Syariah untuk Menjalankan Usaha
Ia memaparkan kinerja hingga kuartal tiga 2015 ini pun hampir seluruhnya telah melampaui target yang dicanangkan di awal tahun, kecuali laba. Pada 2015 BPRS Bandar Lampung menargetkan pertumbuhan sebesar 25 persen. “Aset yang semula Rp 40 miliar ditargetkan menjadi Rp 50 miliar, tapi ternyata sampai September 2015 sudah mencapai Rp 59 miliar,” ungkap Ridwansyah.
Sementara, pencapaian laba masih akan terus digenjot di sisa tahun ini. Untuk 2015 BPRS Bandar Lampung menargetkan laba setelah pajak tumbuh menjadi Rp 1,5 miliar dari Rp 1,190 miliar pada tahun lalu. Per September 2015 BPRS Bandar Lampung mencatat laba setelah pajak hampir Rp 1,2 miliar. “Sisa target laba sebesar Rp 300 juta akan kita coba genjot di akhir tahun, walau bertahan juga syukur,” tukas Ridwansyah. Baca: BPRS Harus Inovatif dan Kreatif
Berdasar Statistik Perbankan Syariah OJK per Juni 2015 total aset BPRS di Indonesia mencapai Rp 6,8 triliun, tumbuh sekira 15 persen dari periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 5,9 triliun. Dana pihak ketiga naik 13 persen dari Rp 3,5 triliun menjadi Rp 4,09 triliun. Sementara, pembiayaan tumbuh 15 persen dari Rp 4,8 triliun menjadi Rp 5,5 triliun.