6 Langkah Bank Syariah Berjaya di 2016

Tahun 2016, persaingan bisnis jasa keuangan tak bisa dibendung. Inilah cara bank syariah bisa berkembang di tengah arus gelombang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

bsyariahKetua Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), Agustian Mingka, menilai persaingan ketat bisnis jasa keuangan akan mewarnai tahun 2016. Ini karena diberlakukannya MEA untuk industri perbankan yang teruang dalam ASEAN Banking Intregration Framework (ABIF).

Menurutnya, semakin sengitnya persaingan dalam industri jasa keuangan akan berpengaruh negatif terhadap kinerja perbankan syariah. Industri ini dianggap masih terkendala beberapa masalah mendasar seperti keterbatasan modal, sumber dana, sumber daya manusia (SDM), dan teknologi informasi (IT) yang mampuni.

Agustianto menyebutkan terdapat lima langkah yang bisa ditempuh untuk mengembangkan industri perbankan syariah, sehingga bisa menjadi pemain unggul dan berperan bagi perekonomian Indonesia.

Pertama, inovasi produk keuangan dan perbankan syariah merupakan pilar utama dalam pengembangkan industri perbankan syariah. Menurut Agustianto Bank-bank syariah, harus memiliki produk inovatif yang beragam agar bisa berkembang dengan baik. Upaya ini mutlak dilakukan karena bank syariah akhir-akhir ini mengalami pelambatan pertumbuhan bahkan penurunan market share dibanding bank konvensional.

“Inovasi produk bank syariah adalah sebuah keniscayaan agar bank syariah bisa kembali tumbuh dan bersaing dengan perbankan konvensional maupun lembaga keuangan lainnya,” kata Agustianto dalam rilisnya yang diterima MySharing, Selasa (5/1).

Akad musyarakah mutanaqishah dapat diterapkan dalam 11 produk dan kebutuhan bisnis nasabah. Click To Tweet

Menurutnya, banyak peluang bisnis yang menguntungkan bagi perbankan syariah, seperti international trade finance, sindicated financing, Margin During Construction (MDC), hybrid take over dan refinancing, factoring, KPRS indent, pembiayaan reimburse, IMBT, Ijarah Maushifah fiz Zimmah, dan Musyarakah Mutanqishah.

Akad musyarakah mutanaqishah dapat diterapkan dalam 11 produk dan kebutuhan bisnis nasabah. Namun, kata dia, sampai saat ini bank-bank syariah umumnya belum mengembangkan produk-produk ini, sehingga produknya masih sangat terbatas.

Banyak peluang bisnis bagi bank syariah, jika menerapkan hybrid contract untuk inovasi produk @AgustiantoProf #BankSyariah Click To Tweet

Kedua, lanjut Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia (UI), adalah sekuritisasi aset bank syariah. Salah satu kunci kesuksesan KPR Syariah adalah sekuritisasi (tawriq) aset.

Menurutnya, sekuritisasi akan meningkatkan ketersediaan dana bagi bank-bank syariah. Dalam konsep sekuritisasi aset ini, bank syariah mentransformasikan aset berisikonya ke dalam bentuk uang tunai yang kemudian dapat digunakan untuk ekspansi usaha dan dapat pula disalurkan kembali ke pihak yang memerlukan dana. “Uang segar tersebut diperoleh dari sebuah lembaga penerbit Efek Beragunan Asset (EBA) yang membeli aset produktif bank syariah,” ujar Agustianto.

Keuntungan dari sekuritisasi pembiayaan ini, lanjut dia, bank tidak perlu menunggu lebih lama atau sekitar 10-15 tahun untuk mendapatkan kembali dana yang sudah dikucurkan kepada nasabah, khususnya pembiayaan berjangka panjang seperti pembiayaan perumahaan.

Lebih lanjut diungkapkan dia, akhir tahun 2015, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan peraturan mengenai sekuritisasi dengan penerbitan EBA Syariah melalui POJK No. 20 Tahun 2015. Produk EBA Surat Partisipasi Syariah (EBA-SP) Syariah ini akan mengatasi kesenjangan aset dan liability perbankan syariah dalam pembiayaan perumahaan. “Kehadiran produk EBA Syariah bisa menjadi darah bagi bank-bank syariah untuk lebih ekspansi dan berkembang,” ujar Agustianto.

Kehadiran EBA Syariah bisa menjadi darah bagi bank syariah untuk lebih ekspansi dan berkembang. #BankSyariah Click To Tweet

Dengan sekuritisasi, tambah dia, pembiayaan perumahaan tidak lagi sebatas mengandalkan dana deposito perbankan yang peruntukkannya untuk pendanaan jangka pendek. Selain itu, upaya sekuritisasi aset melalui konsep EBA Syariah juga dapat memitigasi risiko pembiayaan bagi bank-bank syariah.

Agustianto berharap perbankan syariah di Indonesia dapat memanfaatkan produk EBA-SP syariah untuk pendanaan. Sehingga bank-bank syariah bisa melakukan ekspansi pembiayaan lebih luas atau ekspansi jaringan. “Keperluan bank-bank umum syariah terhadap EBA-SP Syariah, dikarenakan FDR bank syariah saat ini sangat tinggi dimana likuiditasnya cukup ketat,” ujarnya.

Ketiga, kualitas aset. Bank syariah harus tetap mewaspadai tren peningkatan pembiayaan bermasalah di tahun depan yang mempengaruhi kualitas aset (pembiayaan).

Keempat yaitu memperkuat permodalan dan skala usaha bank syariah. Agustianto menuturkan, harus diakui bahwa masalah utama perbankan syariah terkait permodalan. Permodalan bank syariah perlu diperkuat secara signifikan agar memiliki skala usaha yang memadai untuk melakukan ekspansi.

Untuk mewujudkan hal itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mendorong komitmen Bank Induk Konvensional untuk mengoptimalkan perannya dan meningkatkan komitmennya untuk mengembangkan layanan perbankan syariah hingga mencapai market share minimal di atas 10 persen aset BUKU induk.

Selain itu, Agus juga menyampaikan untuk memperkuat permodalan, perbankan syariah bisa menawarak sahamnya ke publik atau bekerja sama dengan partner strategis sehingga bisa meningkatkan modal BUS hingga Rp 5 triliun.

Kelima, adalah hasil dana emisi sukuk. Menurutnya, OJK telah memantapkan langkah-langkah strategis untuk menempatkan dana hasil emisi sukuk korporaso di bank-bank syariah sebagai bagian dari implementasi keuangan syariah yang terintegritas. Selain itu, yang lebih potensial adalah penempatan dana hasil emisi sukuk negara (SBSN). Dalam hal, kata dia, Kementerian Keuangan dan OJK harus bergandengan tangan untuk mewujudkan strategi tersebut.

Keenam, potensi dana haji. Dana haji merupakan dana murah dan melimpah. Setiap tahun potensi dana haji berjumlah Rp 10 triliun. ” Pada tahun 2018, total dana haji akan menjadi Rp 100 triliun,” kata Agustianto.

Setiap tahun potensi #danahaji 10 triliun. Pada 2018, total dana #haji akan menjadi 100 triliun @AgustiantoProf Click To Tweet

Ia menegaskan, UU No. 3 tahun 2014, secara eksplisit mewajibkan keuangan haji dikelola di bank umum syariah. Namun meskipun dana haji demikian besar, lanjut dia, bank syariah baru bisa meraihnya sebesar 19 persen. Selainnya di bank konvensional dan sukuk. Karena itu potensi dana haji bank syariah masih sangat besar.

Selain dana haji, lanjut dia, bank syariah juga dapat meraup dana umrah yang jumlahnya sangat fantastis. Jumlah jamaah umrah setiap tahun antara 600 ratus-800 ratus orang dengan biaya rata-rata Rp 25 juta perorang. Dengan demikian, potensi dana umrah lebih dari Rp 15 triliun setiap tahunnya.